MAHUSA Unila Gelar Seminar Daerah Lingkungan Hidup


Taktik Lampung - Mahasiswa Fakultas Hukum Sayangi Alam Universitas Lampung (MAHUSA UNILA) menggelar seminar daerah dalam rangka hari pendidikan nasional dengan mengangkat  permasalahan lingkungan hidup bertajuk “where water flows  there is life “ Rabu (2/5/2018), di aula gedung E  lantai 4 Fakultas Hukum Universitas Lampung. 

Pada seminar kali ini di hadiri pembicara dari LBH Bandar Lampung Chandra Bangkit Saputra, Walhi Lampung Irfan Tri Musri, Akademisi Fakultas Hukum Unila Prof. Muhammad Akib ,S.H. ,M.Hum dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung.

Ketua Mahusa Unila Felix Silvanus CT mengatakan, Tujuan dari diadakan seminar ini selain untuk menyambut hari pendidikan nasional juga Mengembangkan kapasitas praktisi hukum maupun masyarakat yangberkepentingan dengan pengelolaan DAS di Indonesia perihal pemulihan sungai dan pencegahan pencemaran lebih lanjut serta saling memperkaya strategi advokasi pemulihan sungai tercemar. 

" Mahusa unila  juga Merencanakan aksi-aksi yang diperlukan dalam waktu dekat berkaitan dengan pemulihan sungai yang tercemar" Kata Felix melalui rilisnya, Rabu (2/5/2018).

Seminar ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi praktisi hukum dan masyarakat yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS untuk merencanakan aksi-aksi yang diperlukan dalam rangka pemulihan sungai yang tercemar.

Dalam seminar tersebut, Data walhi Lampung dan Dinas Lingkungan Hidup Membicarakan ironi sungai di Indonesia dengan jumlah DAS yang mencapai angka 2.506, Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber daya air yang melimpah untuk dimanfaatkan. Namun sebagian besar dari 2.506 DAS tersebut mengalami berbagai masalah, salah satu di antaranya adalah pencemaran. 

Data dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukan bahwa Status Mutu Air yang tercemar berat di lima region di Indonesia berjumlah lebih dari 50%. 

Keadaan sungai-sungai yang tercemar tersebut tentu perlu dipulihkan agar bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Peran serta masyarakat untuk memulihkan sungai-sungai tercemar bisa ditempuh melalui upaya partisipasi dan/atau litigasi. Partisipasi publik di satu sisi dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap sumber daya di sungai untuk mendorong pemerintah memprioritaskan dilakukannya pemulihan sungai yang tercemar.

Akademisi Fakultas Hukum Unila Prof. Muhammad Akib ,S.H. ,M.Hum melihat Litigasi di sisi lain dapat menjadi jalan bagi masyarakat yang menderita kerugian akibat tercemarnya sungai untuk memastikan pencemar bertanggung jawab, baik dengan mengganti kerugian dan juga memulihkan sungai yang dicemarinya. 

" Dalam hal partisipasi, secara prosedural, terdapat berbagai mekanisme yang telah dituangkan sebagai norma dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik di tingkat nasional maupun lokal. Selain partisipasi publik dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), terdapat juga ruang partisipasi dalam penerbitan, monitoring dan evaluasi Izin Lingkungan serta Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). Di level lokal, terdapat juga Balai Pengelolaan DAS dan Forum DAS, atau di beberapa daerah terdapat inisiatif kemitraan masyarakat sipil – pemerintah seperti Patroli Sungai."Jelasnya.

Kemudian Dari aspek substantif, tuntutan masyarakat dapat diarahkan secara lebih terfokus, misalnya meminta penetapan kelas sungai, daya tampung beban pencemaran air, review IPLC di sepanjang sungai, hingga pengawalan anggaran pemulihan sungai. 

" Sekalipun terdapat tantangan dalam memastikan masyarakat kondisi yang memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi dengan sebaik mungkin, namun eksplorasi ruang-ruang partisipasi yang ada selayaknya dapat menciptakan preseden-preseden positif yang dapat direplikasi di berbagai sungai tercemar" tandasnya.

Sementara Dalam hal litigasi menurut Chandra Bangkit Saputra dari LBH Bandar Lampung, khususnya melalui jalur perdata, gugatan atau pertanggungjawaban perdata dapat berdampak ganda. Sebelum terjadinya kerugian (ex ante), adanya kemungkinan bahwa seseorang harus bertanggung jawab akan mendorong pencemar untuk bertindak hati-hati. Keadaan tersebut menunjukan fungsi pencegahan dari gugatan atau pertanggungjawaban perdata. Jika kerugian telah terjadi (ex post), gugatan atau
pertanggungjawaban memiliki dua fungsi:

" Pertama, memberikan kesempatan kepada korban agar kerugiannya diganti oleh mereka yang menyebabkan kerugian tersebut; dan kedua, gugatan atau pertanggungjawaban perdata dapat memberikan kesempatan kepada korban untuk meminta perintah pengadilan, dalam hal ini perintah pengadilan yang mewajibkan Tergugat untuk melakukan pemulihan kerugian yang telah terjadi" katanya.

Agar peluang partisipasi maupun litigasi dapat menghasilkan preseden-preseden baik, maka perlu disiapkan strategi yang teliti dan terencana. Dalam pencemaran sungai, pengetahuan teknis mengenai baku mutu, kriteria pencemar, dan istilah teknis lainnya cukup rumit untuk dipahami. Banyaknya institusi yang terlibat sebagai regulator, serta banyaknya kontribusi pencemaran dari berbagai pihak mengaburkan pihak mana yang perlu menjadi target perubahan. 

" Hal-hal seputar strategi advokasi baik pada ranah litigasi maupun partisipasi sebagaimana disebutkan di atas perlu untuk dipahami dan dikuasai baik oleh para praktisi hukum maupun masyarakat yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS." Tutupnya.(TL/*)

Post a Comment

0 Comments